Translate

Rabu, 07 Mei 2014

Kajian Puisi 2 Analisis Puisi Teratai Karya Sanoesi Pane

TERATAI
Dalam kebun di tanah airku,
Tumbuh sekuntum bunga teratai,
Tersembunyi kembang indah permai,
Tidak terlihat orang yang lalu.

Akarnya tumbuh di hati dunia,
Daun bersemi Laksmi mengarang,
Biarpun ia diabaikan orang,
Seroja kembang gemilang mulia.

Teruslah, o Teratai Bahagia,
Berseri di kebun indonesia,
Biar sedikit penjaga taman.

Biarpun engkau tidak dilihat,
Biarpun engkau tidak diminat,
Engkaupun turut menjaga Zaman.
(Sanoesi Pane, 1929)



1. Makna Esensial
Puisi teratai karya Sanousi Pane menceritakan Ki Hajar Dewantara sebagai tokoh yang pantas untuk diteladani. Ia dibandingkan dengan bunga teratai yang tidak menonjolkan diri namun namanya terkenal diseluruh penjuru dunia. Kekaguman penyair kepada Ki Hajar Dewantara lebih nyata dengan baris terakhir "Engkau turut menjaga zaman".
2. Ungkapan Kunci
/Daun berseri Laksmi mengarang/ artinya dewi Lakshmi digambarkan sebagai suatu Ibu jujur, dengan empat lengan, berpakaian bagus dan permata-permata mahal, menganugerahkan koin-koin dari kemakmuran dan diapit oleh gajah-gajah menandakan kuasa.
/Akarnya tumbuh di hati dunia/ maksudnya hasil kerja, usaha, dan jerih payah Ki Hajar telah mendunia, tidak hanya di tanah airnya saja.
/Tumbuh sekuntum bunga teratai/ bermakna telah lahir bunga indah sebagai lambang ketulusan, kejujuran, ketulusan. Teratai yang tumbuh di air yang sangat berlumpur (kotor, coklat), warna bunganya lebih cemerlang. Bunga teratai tersebut tetap menawan dan suci tidak kena pengaruh oleh lumpur. Orang bijaksana akan bekerja apapun sebagai darma di dunia seperti teratai .
3. Tipografi
Bentuk puisi teratai hanya ditulis biasa dengan rata kiri. Penggunaan huruf kapital pada huruf awal di setiap larik. Bait pertama dan kedua terdapat empat larik sedangkan bait ketiga dan bait keempat berjumlah tiga larik.
TERATAI
Dalam kebun di tanah airku,
Tumbuh sekuntum bunga teratai,
Tersembunyi kembang indah permai,
Tidak terlihat orang yang lalu.

Akarnya tumbuh di hati dunia,
Daun bersemi Laksmi mengarang,
Biarpun ia diabaikan orang,
Seroja kembang gemilang mulia.

Teruslah, o Teratai Bahagia,
Berseri di kebun indonesia,
Biar sedikit penjaga taman.

Biarpun engkau tidak dilihat,
Biarpun engkau tidak diminat,
Engkaupun turut menjaga Zaman.
(Sanoesi Pane, 1929)
4. Embanjemen
Pemenggalan dengan jeda yang berbeda akan menimbulkan makna yang berbeda pula. Pembacaan puisi harus menggunakan embanjemen yang tepat agar tidak salah makna. Embanjemen dalam puisi teratai sebagai berikut.
TERATAI

Dalam kebun // di tanah airku //
Tumbuh // sekuntum bunga teratai //
Tersembunyi // kembang indah permai //
Tidak terlihat // orang yang lalu //

Akarnya // tumbuh // di hati dunia //
Daun bersemi // laksmi mengarang //
Biarpun // ia diabaikan orang //
Seroja kembang // gemilang mulia //

Teruslah // o // Teratai Bahagia //
Berseri // di kebun Indonesia //
Biar sedikit // penjaga taman //

Biarpun engkau //  tidak dilihat //
Biarpun engkau //  tidak diminat //
Engkaupun turut // menjaga Zaman //
5. Kebahasaan
Puisi teratai menggunakan bahasa yang baik dalam kebahasaan. Pemilihan kata menggunakan kata mudah dipahami.
6. Aspek Formal
Bait pertama dan bait kedua memiliki jumlah baris yang sama yaitu berjumlah empat baris. Bait ketiga dan bait keempat memiliki jumlah baris yang sama yaitu berjumlah tiga baris.

7. Irama
Pembaca harus menggunakan intonasi yang tidak terlalu keras dan agak lambat. Intonasi berkaitan erat dengan suasana puisi. Seorang pembaca harus benar-benar paham mengenai hal tersebut. Suasana sunyi dan gelisah yang tergambar dalam puisi tersebut harus dibacakan dengan intonasi yang tidak terlalu keras dan agak lambat supaya pesan yang diinginkan penulis sampai kepada pembaca.
8. Bunyi
Puisi teratai karya Sanoesi Pane memiliki berbagai macam bunyi vokal. Bunyi vokal itu terdiri atas 60 vokal /a/, 36 vokal /i/, 25 vokal /u/, 26 vokal /e/, dan memiliki lima vokal /o/ dalam seluruh bunyi puisi.
9. Rima
Puisi teratai termasuk kedalam rima berpelukyakni persamaan bunyi yang tersusun sama antara akhir larik pertama dan larik keempat, larik kedua dengan larik ketiga (ab-ba). Larik ketiga dan keempat memiliki rima bebas.

Dalam kebun di tanah airku,
Tumbuh sekuntum bunga teratai,
Tersembunyi kembang indah permai,
Tidak terlihat orang yang lalu.

Akarnya tumbuh di hati dunia,
Daun bersemi Laksmi mengarang,
Biarpun ia diabaikan orang,
Seroja kembang gemilang mulia.

Teruslah, o Teratai Bahagia,
Berseri di kebun indonesia,
Biar sedikit penjaga taman.

Biarpun engkau tidak dilihat,
Biarpun engkau tidak diminat,
Engkaupun turut menjaga Zaman.
10. Majas
Larik /kebun di tanah airku/  dan /di kebun Indonesia/ mengandung majas sinekdoke karena kata kebun tersebut menyatakan sebagian untuk keseluruhan yang berarti kata kebun mewakili seluruh tanah air Indonesia.
 Larik /akarnya tumbuh di hati dunia, daun berseri Laksmi mengarang/ dan /berseri di kebun Indonesia/ mengandung majas personifikasikarena pada larik-larik tersebut menggambarkan benda mati seolah-olah sama dengan manusia, seperti dunia yang mempunyai hati dan bunga teratai yang dapat berseri.
Secara keseluruhan puisi teratai karya Sanoesi Pane boleh dikatakan sebagai alegori, karena kisah bunga teratai itu digunakan untuk mengisahkan tokoh pendidikan.
Larik /Biarpun engkau tidak dilihat Biarpun engkau tidak diminat/ termasuk kedalam majas repetisi, karena terdapat pengulangan kata yang sama pada larik pertama dan kedua.
11. Karakteristik Karya Angkatan Pujangga Baru
Karakteristik karya Angkatan Pujangga Baru adalah sebagai berikut.
a. Dinamis.
b. Bercorak romantik/idealistis, masih secorak dengan angkatan sebelumnya, hanya saja kalau romantik angkatan Siti Nurbaya bersifat fasip, sedangkan angkatan Pujangga Baru aktif romantik. Hal ini berarti bahwa cita-cita atau ide baru dapat mengalahkan atau menggantikan apa yang sudah dianggap tidak berlaku lagi.
c. Angkatan Pujangga Baru menggunakan bahasa Melayu modern dan sudah meninggalkan bahasa klise. Mereka berusaha membuat ungkapan dan gaya bahasa sendiri. Pilihan kata, Penggabungan ungkapan serta irama sangat dipentingkan oleh Pujangga Baru sehingga dianggap terlalu dicari-cari.
12. Biografi Pengarang

Sanoesi Pane lahir di Muara Sipongi, Tapanuli Selatan pada tanggal 14 November 1905. Sanoesi Pane mengawali pendidikannya di Hollands Inlandse School (HIS) di Padang Sidempuan dan Tanjungbalai. Ia melanjutkan ke Europeesche Lager School (ELS) di Sibolga dan kemudian melanjutkan ke Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) di Padang dan di Jakarta. Ia tamat dari MULO pada tahun 1922. Dia belajar di Kweekschool Sekolah Pendidikan Guru Gunung Sahari Jakarta sampai tamat tahun 1925 dan langsung diangkat menjadi guru di sekolah itu sampai tahun 1931. Pernah pula Ia mengikuti kuliah di Rechtshogeschool ‘Sekolah Tinggi Kehakiman’ selama satu tahun. Pada tahun 1929 sampai sengan 1930 dia melawat ke India untuk memperdalam kebudayaan Hindu.

Kajian Puisi 3 Analisis puisi Api Suci karya Sultan Takdir Alisyahbana

Api Suci
Karya: Sutan Takdir Alisyahbana
Selama napas masih mengalun,
Selama jantung masih memukul,
Wahai api bakarlah jiwaku,
Biar mengaduh biar mengeluh.
Seperti baja merah membara
Dalam bakaran Nyala Raya,
Biar jiwa habis terlebur,
Dalam kobaran Nyala Raya.

Sesak mendesak rasa di kalbu,
Gelisah liar mata memandang,
Di mana duduk rasa dikejar.
Demikian rahmat tumpahkan selalu,
Nikmat rasa api menghangus,
Nyanyian semata bunyi jeritku.



Puisi adalah ungkapan perasaan atau pikiran penyairnya yang dirangkai menjadi suatu bentuk tulisan yang mengandung makna. Penyair tidak sembarangan dalam membuat karyanya tersebut. Puisi yang dibuat oleh para penyair biasanya terkesan indah. Namun mereka juga membuat puisi dengan gaya bahasa yang susah dipahami. Walaupun susah dipahami tapi ada arti puisi yang tersimpan didalamnya.
Puisi Api Suci bait pertama, ‘aku’ lirik ingin ketika masih ada kesempatan ia akan menyalakan semangatnya untuk memcapai keinginannya. Bait kedua, ketika semangat ‘aku’ lirik telah ada, kemudian lahirlah dorongan untuk mewujudkan harapannya.
Puisi Api Suci karya Sutan Takdir Alisyahbana memiliki keindahan diksi. Diksi adalah pilihan kata yang tepat dan selaras (dalam penggunaannya) untuk mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu (seperti yang diharapkan). Sutan Takdir Alisyahbana sangat kritis dalam memilih kata-kata pada puisi Api Suci, sehingga bunyi yang dihasilkan adalah rangkaian bunyi yang bermakna mendalam. Pembaca puisi Api Suci karya Sutan Takdir Alisyahbana harus memahami secara sungguh-sungguh.
Kata-kata dan bangunan kalimat tidak hanya bermakna dalam konteksnya yang langsung, tetapi bermakna pula dalam keseluruhan. Puisi Api Suci karya Sutan Takdir Alisyahbana memiliki kalimat yang unik. Kalimat unik yang terdapat dalam puisi Api Suci karya Sutan Takdir Alisyahbana adalah /Selama napas masih mengalun/. Larik /Selama napas masih mengalun/ merupakan kalimat unik karena jarang sekali orang menggunakan kalimat tersebut.
Majas atau gaya bahasa adalah pemanfaatan kekayaan bahasa, pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu, keseluruhan ciri bahasa sekelompok penulis sastra dan cara khas dalam menyampaikan pikiran dan perasaan, baik secara lisan maupun tertulis. Puisi Api Suci karya Sutan Takdir Alisyahbana memiliki beberapa majas atau gaya bahasa. Gaya bahasa dalam puisi Api Suci karya Sutan Takdir Alisyahbana adalah hiperbola, metafora, repetisi, dan perbandingan. Majas hiperbola dalam puisi Api Suci karya Sutan Takdir Alisyahbana adalah /Biar jiwaku habis terlebur/. Majas metafora dalam puisi Api Suci karya Sutan Takdir Alisyahbana adalah /Demikian rahmat tumpahkan selalu/. Majas repetisi dalam puisi Api Suci karya Sutan Takdir Alisyahbana adalah /Selama napas masih mengalun/ dengan /Selama jantung masih memukul/. Majas perbandingan dalam puisi Api Suci karya Sutan Takdir Alisyahbana adalah /Seperti baja merah membara/.
Selama napas masih mengalun,
Selama jantung masih memukul,
Wahai api bakarlah jiwaku,
Biar mengaduh biar mengeluh.
Seperti baja merah membara
Dalam bakaran Nyala Raya,
Biar jiwa habis terlebur,
Dalam kobaran Nyala Raya.

Sesak mendesak rasa di kalbu,
Gelisah liar mata memandang,
Di mana duduk rasa dikejar.
Demikian rahmat tumpahkan selalu,
Nikmat rasa api menghangus,
Nyanyian semata bunyi jeritku.
Puisi Api Suci di atas memiliki banyak majas atau gaya bahasa dan masih ada lagi larik-larik di atas yang sejenis gaya bahasanya dari yang telah disebutkan sebelumnya.
Bunyi adalah elemen suara paling dasar. Irama yang merupakan pengaturan suara dalam suatu waktu, panjang, pendek dan temponya, memberikan karakter tersendiri. Kombinasi beberapa tinggi nada dan irama akan menghasilkan suara tertentu. Puisi Api Suci karya Sutan Takdir Alisyahbana tergolong pada sajak yang berirama metrum, karena pergantian bunyi sajak tetap menurut pola tertentu dan jumlah suku katanya tetap, yaitu sebelas suku kata. Puisi Api Suci karya Sutan Takdir Alisyahbana memiliki berbagai macam bunyi vokal. Bunyi vokal dalam puisi Api Suci karya Sutan Takdir Alisyahbana terdiri atas 76 vokal /a/, 23 vokal /i/, 16 vokal /u/, 24 vokal /e/, dan memiliki satu vokal /o/ dalam seluruh bunyi puisi.
Api Suci
Karya: Sutan Takdir Alisyahbana
Selama napas masih mengalun,
Selama jantung masih memukul,
Wahai api bakarlah jiwaku,
Biar mengaduh biar mengeluh.
Seperti baja merah membara
Dalam bakaran Nyala Raya,
Biar jiwa habis terlebur,
Dalam kobaran Nyala Raya.

Sesak mendesak rasa di kalbu,
Gelisah liar mata memandang,
Di mana duduk rasa dikejar.
Demikian rahmat tumpahkan selalu,
Nikmat rasa api menghangus,
Nyanyian semata bunyi jeritku.

Tata bahasa merupakan suatu himpunan dari patokan-patokan dalam stuktur bahasa. Stuktur bahasa itu meliputi bidang-bidang tata bunyi, tata bentuk, tata kata, dan tata kalimat serta tata makna. Bahasa meliputi bidang-bidang fonologi, morfologi, dan sintaksis. Puisi Api Suci karya Sutan Takdir Alisyahbana memiliki penyimpangan tata bahasa yang terjadi pada sajak Api Suci adalah  penyimpangan stuktur sintaksis. Larik /Dimana duduk rasa dikejar/ kurang tepat dan seharusnya adalah duduk dimanapun rasa dikejar dan pada larik/Demikian rahmat tumpahkan selalu/ kurang tepat dan seharusnya adalah demikian rahmat selalu ditumpahkan.
Puisi merupakan lukisan dapat digambarkan melalui kata-kata puisi tersebut. Lukisan itu merupakan cerita atau isi dari puisi. Puisi Api Suci karya Sutan Takdir Alisyahbana melukiskan semangat yang tak pernah padam pada diri seseorang yang akan mampu membawanya menghadapi masalah kehidupan, walau apapun yang terjadi.
Puisi pasti memiliki makna keseluruhan yang sangat penting. Makna keseluruhan adalah inti dari puisi terebut. Puisi Api Suci karya Sutan Takdir Alisyahbana memiliki makna keseluruhan yaitu semangat yang dilambangkan oleh /api/ yang berkobar-kobar mengisyaratkan

semangat yang tinggi.