Api Suci
Karya: Sutan Takdir Alisyahbana
Selama napas masih mengalun,
Selama jantung masih memukul,
Wahai api bakarlah jiwaku,
Biar mengaduh biar mengeluh.
Seperti baja merah membara
Dalam bakaran Nyala Raya,
Biar jiwa habis terlebur,
Dalam kobaran Nyala Raya.
Sesak mendesak rasa di kalbu,
Gelisah liar mata memandang,
Di mana duduk rasa dikejar.
Demikian rahmat tumpahkan selalu,
Nikmat rasa api menghangus,
Nyanyian semata bunyi jeritku.
Puisi adalah ungkapan perasaan atau pikiran
penyairnya yang dirangkai menjadi suatu bentuk tulisan yang mengandung makna. Penyair
tidak sembarangan dalam membuat karyanya tersebut. Puisi yang dibuat oleh para
penyair biasanya terkesan indah. Namun mereka juga membuat puisi dengan gaya
bahasa yang susah dipahami. Walaupun susah dipahami tapi ada arti puisi yang
tersimpan didalamnya.
Puisi Api
Suci bait pertama, ‘aku’ lirik
ingin ketika masih ada kesempatan ia akan menyalakan semangatnya untuk memcapai
keinginannya. Bait kedua, ketika semangat ‘aku’
lirik telah ada, kemudian lahirlah dorongan untuk mewujudkan harapannya.
Puisi Api
Suci karya Sutan Takdir Alisyahbana memiliki keindahan
diksi. Diksi
adalah pilihan kata yang tepat dan selaras (dalam penggunaannya) untuk
mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu (seperti yang
diharapkan). Sutan Takdir Alisyahbana sangat kritis dalam memilih kata-kata
pada puisi Api Suci, sehingga bunyi
yang dihasilkan adalah rangkaian bunyi yang bermakna mendalam. Pembaca puisi Api Suci karya Sutan Takdir Alisyahbana
harus memahami secara sungguh-sungguh.
Kata-kata
dan bangunan kalimat tidak hanya bermakna dalam konteksnya yang langsung,
tetapi bermakna pula dalam keseluruhan. Puisi Api Suci karya Sutan Takdir Alisyahbana memiliki kalimat yang unik. Kalimat unik yang terdapat
dalam puisi Api
Suci
karya Sutan Takdir Alisyahbana adalah /Selama napas masih mengalun/. Larik /Selama
napas masih mengalun/ merupakan kalimat unik karena jarang sekali orang
menggunakan kalimat tersebut.
Majas atau gaya
bahasa adalah pemanfaatan kekayaan bahasa,
pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu, keseluruhan ciri
bahasa sekelompok penulis
sastra dan
cara khas dalam menyampaikan pikiran dan perasaan, baik secara lisan maupun
tertulis. Puisi Api Suci karya Sutan
Takdir Alisyahbana memiliki beberapa majas atau gaya bahasa. Gaya bahasa dalam
puisi Api Suci karya Sutan Takdir
Alisyahbana adalah hiperbola, metafora, repetisi, dan perbandingan. Majas
hiperbola dalam puisi Api Suci karya
Sutan Takdir Alisyahbana adalah /Biar jiwaku habis terlebur/. Majas metafora
dalam puisi Api Suci karya Sutan
Takdir Alisyahbana adalah /Demikian rahmat tumpahkan selalu/. Majas repetisi
dalam puisi Api Suci karya Sutan
Takdir Alisyahbana adalah /Selama napas masih mengalun/ dengan /Selama jantung
masih memukul/. Majas perbandingan dalam puisi Api Suci karya Sutan Takdir Alisyahbana adalah /Seperti baja merah
membara/.
Selama napas masih mengalun,
Selama jantung masih memukul,
Wahai api bakarlah jiwaku,
Biar mengaduh biar mengeluh.
Seperti baja merah membara
Dalam bakaran Nyala Raya,
Biar jiwa habis terlebur,
Dalam kobaran Nyala Raya.
Sesak mendesak rasa di kalbu,
Gelisah liar mata memandang,
Di mana duduk rasa dikejar.
Demikian rahmat tumpahkan selalu,
Nikmat rasa api menghangus,
Nyanyian semata bunyi jeritku.
Puisi
Api Suci di atas memiliki banyak majas atau gaya bahasa dan masih ada lagi
larik-larik di atas yang sejenis gaya bahasanya dari yang telah disebutkan
sebelumnya.
Bunyi
adalah elemen suara paling dasar. Irama yang merupakan pengaturan suara dalam
suatu waktu, panjang, pendek dan temponya, memberikan karakter tersendiri.
Kombinasi beberapa tinggi nada dan irama akan menghasilkan suara tertentu. Puisi
Api Suci karya Sutan Takdir
Alisyahbana tergolong pada sajak yang berirama metrum, karena pergantian bunyi
sajak tetap menurut pola tertentu dan jumlah suku katanya tetap, yaitu sebelas
suku kata. Puisi Api Suci karya Sutan Takdir Alisyahbana memiliki berbagai
macam bunyi vokal. Bunyi vokal dalam puisi Api
Suci karya Sutan Takdir Alisyahbana terdiri atas 76 vokal /a/, 23 vokal /i/, 16 vokal /u/, 24
vokal /e/, dan memiliki satu vokal /o/ dalam seluruh bunyi puisi.
Api Suci
Karya: Sutan Takdir
Alisyahbana
Selama napas masih mengalun,
Selama jantung masih
memukul,
Wahai api bakarlah jiwaku,
Biar mengaduh biar mengeluh.
Seperti baja merah membara
Dalam bakaran Nyala Raya,
Biar jiwa habis terlebur,
Dalam kobaran Nyala Raya.
Sesak mendesak rasa di
kalbu,
Gelisah liar mata memandang,
Di mana duduk rasa dikejar.
Demikian rahmat tumpahkan
selalu,
Nikmat rasa api menghangus,
Nyanyian semata bunyi
jeritku.
Tata bahasa merupakan suatu
himpunan dari patokan-patokan dalam stuktur bahasa. Stuktur bahasa itu meliputi
bidang-bidang tata bunyi, tata bentuk, tata kata, dan tata kalimat serta tata
makna. Bahasa meliputi bidang-bidang fonologi, morfologi, dan sintaksis. Puisi Api Suci karya Sutan
Takdir Alisyahbana memiliki penyimpangan tata bahasa yang terjadi pada sajak Api Suci adalah penyimpangan stuktur sintaksis. Larik /Dimana
duduk rasa dikejar/ kurang tepat dan seharusnya adalah duduk dimanapun rasa
dikejar dan pada larik/Demikian rahmat tumpahkan selalu/ kurang tepat dan
seharusnya adalah demikian rahmat selalu ditumpahkan.
Puisi
merupakan lukisan dapat digambarkan melalui kata-kata puisi tersebut. Lukisan
itu merupakan cerita atau isi dari puisi. Puisi Api Suci karya Sutan Takdir Alisyahbana melukiskan semangat yang
tak pernah padam pada diri seseorang yang akan mampu membawanya menghadapi
masalah kehidupan, walau apapun yang terjadi.
Puisi
pasti memiliki makna keseluruhan yang sangat penting. Makna keseluruhan adalah
inti dari puisi terebut. Puisi Api Suci
karya Sutan Takdir Alisyahbana memiliki makna keseluruhan yaitu semangat yang
dilambangkan oleh /api/ yang berkobar-kobar mengisyaratkan
semangat
yang tinggi.
permisi.. isi dari kajian ini darimana ya?
BalasHapus