Translate

Minggu, 19 Juli 2015

KAJIAN PUISI: Menganalisis Puisi Karya Penyair-Penyair Terkenal dengan Menggunakan Analisis Struktural dan Semiotik, Ketidaklangsungan Ekspresi, dan Latar Belakang Sosial-Budaya



TUGAS
KAJIAN PUISI
Menganalisis Puisi Karya Penyair-Penyair Terkenal dengan Menggunakan Analisis Struktural dan Semiotik, Ketidaklangsungan Ekspresi, dan Latar Belakang Sosial-Budaya

MAKALAH





OLEH:
AHMAT NAFARIN
AAB 112035






PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PALANGKARAYA
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sastra adalah karya tulis yang bila dibandingkan dengan tulisan lain, ciri-ciri keunggulan, seperti keaslian, keartistikan, keindahan dalam isi dan ungkapannya. Karya sastra berarti karangan yang mengacu pada nilai-nilai kebaikan yang ditulis dengan bahasa yang indah. Sastra memberikan wawasan yang umum tentang masalah manusiawi, sosial, maupun intelektual, dengan caranya yang khas. Pembaca sastra dimungkinkan untuk menginterpretasikan teks sastra sesuai dengan wawasannya sendiri.
Puisi merupakan salah satu karya sastra yang dapat dikaji dari bermacam-macam aspeknya. Puisi dapat dikaji struktur dan unsur-unsurnya, mengingat bahwa puisi itu adalah struktur yang tersusun dari bermacam-macam unsur dan sarana-sarana kepuitisan. Dapat pula puisi dikaji jenis-jenis atau ragam-ragamnya, mengingat bahwa ada beragam-ragam puisi.
Walaupun begitu, banyak orang tidak akan dapat memahami puisi secara sepenuhnya tanpa mengetahui dan menyadari bahwa puisi itu karya estetis yang bermakna kecuali, yang mempunyai arti, bukan hanya sesuatu yang kosong tanpa makna, imajanasi yang merupakan gambaran-gambar dalam pikiran, atau gambaran angan si penyair. Oleh karena itu, makalah ini  menganalisis atau mengkaji puisi dengan analisis struktural dan semiotik, ketidaklangsungan ekspresi, dan latar belakang sosial-budaya yang berjudul “Menganalisis Puisi Karya Penyair-Penyair Terkenal dengan Menggunakan analisis struktural dan semiotik, ketidaklangsungan ekspresi, dan latar belakang sosial-budaya”. Karena karya penyair-penyair terkenal sangat memperhatikan kata-katanya dengan imajinya yang kuat, sehingga membuat tertarik untuk menganalisisnya.
1.2 Rumusan Masalah
a. Bagaimanakah analisis struktural dan semiotik puisi?
b. Bagaimanakah analisis ketidaklangsungan ekspresi puisi?
c. Bagaimanakah analisis latar belakang sosial-budaya puisi?
1.3 Tujuan Penulisan
a. Menjelaskan analisis struktural dan semiotik puisi.
b.Menjelaskan analisis ketidaklangsungan ekspresi puisi.
c. Menjelaskan analisis latar belakang sosial-budaya puisi.



BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Analisis Struktural dan Semiotik
Struktural adalah berhubungan dengan cara sesuatu disusun atau dibangun, susunan, bangunan atau  pengaturan pola dalam bahasa secara sintagmatis sedangkan semiotik adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan sistem tanda dan lambang dalam kehidupan manusia.
a.    Analisis Struktural dan Semiotik dalam Puisi “Api Suci” Karya Sultan Takdir Alisjahbana
Api Suci
Karya: Sutan Takdir Alisjahbana

Selama napas masih mengalun,
Selama jantung masih memukul,
Wahai api bakarlah jiwaku,
Biar mengaduh biar mengeluh.
Seperti baja merah membara
Dalam bakaran Nyala Raya,
Biar jiwa habis terlebur,
Dalam kobaran Nyala Raya.

Sesak mendesak rasa di kalbu,
Gelisah liar mata memandang,
Di mana duduk rasa dikejar.
Demikian rahmat tumpahkan selalu,
Nikmat rasa api menghangus,
Nyanyian semata bunyi jeritku.

Struktur pengaturan pola dalam bahasa secara sintagmatis pada puisi Api Suci pada bait pertama, ‘aku’ lirik menggambarkan keinginan menyalakan semangatnya untuk memcapai keinginan ketika masih ada kesempatan . Bait kedua, menggambarkan keinginan semangat ‘aku’ lirik yang tetap ada, maka lahirlah dorongan untuk mewujudkan harapannya.
Puisi Api Suci karya Sutan Takdir Alisjahbana melukiskan semangat yang tak pernah padam pada diri seseorang yang  mampu membawanya menghadapi masalah kehidupan, meski banyak hal yang terjadi.
Puisi pasti memiliki makna keseluruhan yang sangat penting. Makna keseluruhan adalah inti dari puisi terebut. Puisi Api Suci karya Sutan Takdir Alisjahbana memiliki makna keseluruhan yaitu semangat yang dilambangkan oleh ‘api’ yang berkobar-kobar mengisyaratkan semangat yang tinggi.
Semiotik yang terdapat dalam puisi Api Suci karya Sutan Takdir Alisjahbana yaitu sebagai berikut.
Selama napas masih mengalun,
Selama jantung masih memukul,
Wahai api bakarlah jiwaku,
Biar mengaduh biar mengeluh.
Seperti baja merah membara
Dalam bakaran Nyala Raya,
Biar jiwa habis terlebur,
Dalam kobaran Nyala Raya.

Sesak mendesak rasa di kalbu,
Gelisah liar mata memandang,
Di mana duduk rasa dikejar.
Demikian rahmat tumpahkan selalu,
Nikmat rasa api menghangus,
Nyanyian semata bunyi jeritku.

Puisi di atas menggambarkan simbol-simbol yang memiliki makna sebenarnya dan bukan yang sebenarnya. Api menyimbolkan semangat yang tak pernah padah apabila baranya belum juga mati. Mengalun dan memukul merupakan simbol penanda bahwa nyawa yang masih hidup.


b.   Analisis Struktural dan Semiotik dalam Puisi “Teratai” Karya Sanoesi Pane
TERATAI
Dalam kebun di tanah airku,
Tumbuh sekuntum bunga teratai,
Tersembunyi kembang indah permai,
Tidak terlihat orang yang lalu.

Akarnya tumbuh di hati dunia,
Daun bersemi Laksmi mengarang,
Biarpun ia diabaikan orang,
Seroja kembang gemilang mulia.

Teruslah, o Teratai Bahagia,
Berseri di kebun indonesia,
Biar sedikit penjaga taman.

Biarpun engkau tidak dilihat,
Biarpun engkau tidak diminat,
Engkaupun turut menjaga Zaman.
(Sanoesi Pane, 1929)

Struktur dalam puisi Teratai di susun dari bait pertama yang menggambarkan teratai itu yang baru tumbuh dan hanya dilihat orang sebagai hal yang biasa. Bait kedua teratai itu mulai tumbuh danterus tumbuh walau diabaikan. Bait ketiga teratai itu sudah besar tapi hanya segelintir orang saja yang menganggapnya tidak biasa. Bait keempat menggambarkan biarpun teratai itu banyak yang menganggap biasa tetapi sebenarnya teratai itu lah yang merupakan suatu sejarah besar untuk Indonesia. Secara keseluruhan puisi teratai karya Sanoesi Pane boleh dikatakan sebagai alegori, karena kisah bunga teratai itu digunakan untuk mengisahkan tokoh pendidikan.
Semiotik puisi Teratai karya Sanoesi Pane menyak menggunakan simbol-simbol. Semiotik yang terlihat adalah sebagai berikut.
Dalam kebun di tanah airku,
Tumbuh sekuntum bunga teratai,
Tersembunyi kembang indah permai,
Tidak terlihat orang yang lalu.

Akarnya tumbuh di hati dunia,
Daun bersemi Laksmi mengarang,
Biarpun ia diabaikan orang,
Seroja kembang gemilang mulia.

Teruslah, o Teratai Bahagia,
Berseri di kebun indonesia,
Biar sedikit penjaga taman.

Biarpun engkau tidak dilihat,
Biarpun engkau tidak diminat,
Engkaupun turut menjaga Zaman.

Puisi Teratai karya Sanoesi Pane memiliki banyak semiotik seperti bukti pada puisi di atas. Teratai menggamarkan tokoh Ki Hajar Dewantara sedangkan kebun merupakan tanah Indonesia. Selain itu, ada juga semiotik yang terdapat dalam puisi Teratai karya Sanoesi Pane seperti tersembunyi kembang indah permai, akarnya, daun bersemi, berseri di kebun indonesia, penjaga taman.
c.    Analisis Struktural dan Semiotik dalam Puisi “Menyesal” Karya Ali Hasjmy
Menyesal
Karya : A. Hasjmy
Pagiku hilang sudah melayang,
Hari mudaku sudah pergi,
Sekarang petang datang membayang,
Batang usiaku sudah tinggi

Aku lalai di hari pagi
Beta lengah di masa muda
Kini hidup meracun hati
Miskin ilmu, miskin harta

Akh, apa guna ku sesalkan
Menyesal tua tiada berguna
Hanya menambah luka sukma

Kepada yang muda ku harapkan
Atur barisan di pagi hari
Menuju ke arah padang bakti !

Strukur puisi Menyesal karya Ali Hasimj, pada bait pertama menceritakan penyesalannya pada masa sekarang yang tak bisa berbuat apa-apa dengan keterbatasan yang dimilikinya. Bait kedua berisi kelalaiannya di masa lampau yang mengakibatkanya tidak mampu berbuat banyak. Bait ketiga ia telah sadar untuk apa ia sesalkan karena kalau hanya merenung tidak menjadi apa-apa dan lebih baik ada sesuatu yang harus aku lakukan. Bait keempat memberi pesan untuk generasi muda untuk tidak mengikutinya terjatuh pada lubang yang sama harapannya cukup ia yang merasakan hal itu.
Dari bait puisi diatas, tokoh ‘aku’ dalam puisi tersebut menyatakan penyesalannya. Ia berharap kepada para generasi muda, agar memanfaatkan masa muda mereka dengan baik.
Disini penyair menggunakan perasaannya sebagai penyampaian imajinya dengan melukiskan semangat yang tak pernah padam pada diri seseorang yang  mampu membawanya menghadapi masalah kehidupan, meski banyak hal yang terjadi.
Semiotik pada puisi Menyesal karya Ali Hasimj ini telah terlihat di awal puisi hingga akhir dapat dilihat seperti berikut.
Pagiku hilang sudah melayang,
Hari mudaku sudah pergi,
Sekarang petang datang membayang,
Batang usiaku sudah tinggi

Aku lalai di hari pagi
Beta lengah di masa muda
Kini hidup meracun hati
Miskin ilmu, miskin harta

Akh, apa guna ku sesalkan
Menyesal tua tiada berguna
Hanya menambah luka sukma

Kepada yang muda ku harapkan
Atur barisan di pagi hari
Menuju ke arah padang bakti !

Terdapat beberapa semiotik pada puisi Menyesal karya Ali Hasimj di atas seperti pagiku dan melayang yang menyimbolkan masanya yang telah hilang. Di tempat lai terdapat petang datang membayang yang dapat diartikan usianya yang sudah tidak muda lagi. Selain itu ada juga simbol-simbol lain dalam puisi Menyesal karya Ali Hasimj seperti berikut lalai di hari pagi, meracun hati, atur barisan di pagi hari, padang bakti !
d.   Analisis Struktural dan Semiotik dalam Puisi Sajak Matahari karya W.S. Rendra
SAJAK MATAHARI
Oleh: W.S. Rendra

Matahari bangkit dari sanubariku.
Menyentuh permukaan samodra raya.
Matahari keluar dari mulutku,
menjadi pelangi di cakrawala.

Wajahmu keluar dari jidatku,
wahai kamu, wanita miskin !
kakimu terbenam di dalam lumpur.
Kamu harapkan beras seperempat gantang,
dan di tengah sawah tuan tanah menanammu !

Satu juta lelaki gundul
keluar dari hutan belantara,
tubuh mereka terbalut lumpur
dan kepala mereka berkilatan
memantulkan cahaya matahari.
Mata mereka menyala
tubuh mereka menjadi bara
dan mereka membakar dunia.

Matahari adalah cakra jingga
yang dilepas tangan Sang Krishna.
Ia menjadi rahmat dan kutukanmu,
ya, umat manusia !

Yogya, 5 Maret 1976
Potret Pembangunan dalam Puisi

Strukur puisi Sajak Matahari karya W.S. Rendra, pada bait pertama menceritakan keluarnya sang surya dari upuknya yang menandakan awal dari segala aktivitas di muka bumi ini. Bait kedua berisi perjuangan seorang petani yang telah bekerja sejak pagi untuk mendapatkan beras untuk ia dan keluarganya makan. Bait ketiga menggambarkan hingga siang datang mereka juga tetap bekerja walau kepala dan kulit mereka membara terbakar matahari. Bait keempat memberi pesan bahwa matahari adalah pemberian sang Kuasa yang di anggap berkah karena dari matahari lah semua ini dapat terjadi.
Semiotik yang terdapat dalam puisi Sajak Matahari karya W.S. Rendra memiliki berbagai simbol seperti kutipan-kutipan puisi berikut.
Matahari keluar dari mulutku,
    menjadi pelangi di cakrawala

    Kemudian pada bait ketiga puisi tersebut.
Satu juta lelaki gundul
    keluar dari hutan belantara,
    tubuh mereka terbalut lumpur
    dan kepala mereka berkilatan
    memantulkan cahaya matahari.
    Mata mereka menyala
    tubuh mereka menjadi bara
    dan mereka membakar dunia

Dari beberapa penggalan bait puisi tersebut diatas, dimana seorang penyair menginginkan bahwa apa yang ia rasakan, juga dirasakan oleh pembaca mengenai semangatnya yang membara, bersahaja, yang tak kenal lelah hingga dunia tergentar dan terbakar karena semangat itu.
Pada puisi ini penyair memberikan pemahaman kepada pembaca bahwa seseorang harus memiliki keinginan dan kemauan yang besar untuk menggapai sesuatu, hingga menjadi bara yaitu mengindikasikan semangat yang membara tidak kenal putus asa.
e.    Analisis Struktural dan Semiotik dalam Puisi Diponegoro karya Chairil Anwar
Diponegoro
Dimasa pembangunan ini
Tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
            Didepan sekali tuan menanti
            Tak gentar. Lawan banyaknya
            Seratus kali
            Pedang dikanan, keris dikiri
            Berselempang semangat
            Tak bisa mati
Maju
Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu
Sekali berarti
Sudah itu mati
Maju
Bagimu negeri
Menyediakan api
            Punah diatas menghampa
            Binasa diatas ditindas
            Sesungguhnya jalan asal
            Baru tercapai
            Jika hidup harus merasa
Maju
Serbu
Serang
Terjang
            (Chairil Anwar)

Struktur dalam puisi Diponegoro karya Chairil Anwar di susun dari bait pertama yang menggambarkan hidupnya kembali semangat di masa sekarang seperti yang ada pada Pangeran Diponegoro yang juga bersemangat pada masanya. Bait kedua menceritakan Pangeran Diponegro yang semangat dan tidak takut dengan siapapun yang menghadang, ia tetap berada paling depan dengan membawa senjata keris dan pedang. Bait ketiga memberi pesan bahwa apabila jangan takut dan jangan pesimis karena ketika sudah maju jangan berpikir untuk mundur kembali. Bait keempat menggambarkan apa yang akan terjadi setelahnya dan jangan disesali karena itu sudah jalan yang diberikan. Bait keempat menegaskan dan memberi pesan untuk maju terus sampai kedepan jangan taku dengan apa yang menghadang, terjang halang melintang yang menghalang untuk satu tujuan untuk maju.
Semiotik yang terdapat dalam puisi Diponegoro karya Chairil Anwar memiliki berbagai simbol seperti kutipan-kutipan puisi berikut.
...Dan bara kagum menjadi api...
...Pedang dikanan, keris dikiri...
...Menyediakan api..
Api menggambarkan semangat yang terus terbakar dan terus membara. Sedangkan pedang dan keris merupakan simbol bahwa untuk maju harus mengerahkan jiwa raga untuk dapat sampai pada yang di harapkan.
Pengarang menginginkan pembaca bisa melihat apa yang ingin disampaikan pengarang seperti pada kutipan di atas. Simbol-simbol yang terdapat pada penggalan bait terakhir yaitu sebagai berikut.
Maju
Serbu
Serang
Terjang

Pengarang menginginkan pembaca bisa melakukan dan merasakan apa yang ingin disampaikan pengarang seperti pada kutipan di atas.
2.2 Analisis Ketidaklangsungan Ekspresi
Ketidaklangsungan pernyataan dalam puisi menurut Riffaterre dalam Pradopo (1995: 210) disebabkan oleh penggantian arti (displacing), penyimpangan arti (distorsing) dan penciptaan arti (creating of meaning).
a.    Analisis Ketidaklangsungan Ekspresi dalam Puisi “Sajak Widuri untuk  Joki Tobing” karya W.S. Rendra
SAJAK WIDURI UNTUK JOKI TOBING
Oleh: W.S. Rendra
Debu mengepul mengolah wajah tukang-tukang parkir.
Kemarahan mengendon di dalam kalbu purba.
Orang-orang miskin menentang kemelaratan.
Wahai, Joki Tobing, kuseru kamu,
kerna wajahmu muncul dalam mimpiku.
Wahai, Joki Tobing, kuseru kamu
karena terlibat aku di dalam napasmu.
Dari bis kota ke bis kota
kamu memburuku.
Kita duduk bersandingan,
menyaksikan hidup yang kumal.
Dan perlahan tersirap darah kita,
melihat sekuntum bunga telah mekar,
dari puingan masa yang putus asa.
Nusantara Film, Jakarta, 9 Mei 1977       
Potret Pembangunan dalam Puisi

Pada puisi Sajak Widuri untuk Joki Tobing ini, pemakalah menganalisis dimana terdapat ketidaklangsungan ekspresi.
1) Penggantian Arti
Penggantian arti ini terdapat pada baris 10 dan 11 yaitu sebagai berikut.
Kita duduk bersandingan,
menyaksikan hidup yang kumal.

Penyair menggunakan kata-kata dengan yang kurang tepat, untuk memperindah kata-kata agar lebih puitis dan menimbulkan pergantian arti. Pergantian arti di atas terdapat pada kata bersanding yang dimaksudkan adalah sama-sama melihat keadaan lingkuan yang kacau dan kumal artinya kehidupan di bumi yang sudah tidak sesuai dengan hakikatnya dan lebih parah menjadi hancur dan kacau balau.
2) Penyimpangan Arti
Penyimpangan arti ini terlihat pada baris ketujuh, dan baris kedelapan puisi tersebut, yaitu sebagai berikut.
karena terlibat aku di dalam napasmu.
Dari bis kota ke bis kota

Pada baris ini, penyair menggunakan ambiguitas untuk penyimpangan arti. Dimana menggambarkan keterlibatan aku dalam puisi di atas menggunakan kata napas untuk arti yang sebenarnya yaitu kehidupan. Dari bis kota ke bis kota mendapat penyimpangan arti bahwa arti yang ingin disampaikan adalah dari perbuatan yang satu ke perbuatan yang lain digambarkan dengan bis yang filosofinya dapat berjalan kemana-mana sesuai dengan perbuatannya.
3) Penciptaan Arti
Penciptaan arti dalam puisi ini terletak pada baris kedua yaitu sebagai berikut.
Kemarahan mengendon di dalam kalbu purba.
Kalbu purba menimbulkan penciptaan arti baru yaitu rasa di masa lalu yang tidak kunjung berubah hingga sekarang.
b.   Analisis Ketidaklangsungan Ekspresi dalam Puisi Doa karya Chairil Anwar
DOA
                        (kepada pemeluk teguh)
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namaMu

Biar susah sungguh
mengingat kau penuh seluruh
cayaMu panas suci
tinggal kerdip lilin di kelam sunyi

Tuhanku

aku hilang bentuk
remuk

Tuhanku

aku mengembara di negeri asing

Tuhanku
di pintuMu aku mengutuk
aku tidak bisa berpaling

(Chairil Anwar)

Berdasarkan jenis kata yang digunakan mengandung banyak makna kias, cerita tidak disampaikan secara langsung, sehingga puisi itu bisa digolongkan bermotif prismatic.
Ada beberapa ketidaklangungan ekspresi dalam puisi di atas, yaitu.
1)   Penggantian Arti
Tuhanku
di pintuMu aku mengutuk
aku tidak bisa berpaling

Penyair menggunakan kata-kata yang tidak tepat pada tempatnya untuk menimbulkan kesan pergantian arti seperti kutipan di atas. Aku mengantuk dapat diartikan seseorang yang sudah tidak sanggup lagi melakukan sesuatu.
2)   Penyimpangan arti
Tuhanku
Dalam termangu

Setelah membaca kata tersebut, pembaca seolah-olah melihat ada seseorang yang sedang terdiam.
tinggal kerdip lilin di kelam sunyi
Rangkaian kata itu mengajak kita melihat seberkas cahaya kecil walaupun itu hanya sebuah perumpamaan semata.
3)   Penciptaan Arti
aku hilang bentuk
remuk
Pengarang ingin menyampaikan kesan penciptaan arti baru yang dirasakan oleh pembaca melalui kutipan kata tersebut. Hilang bentuk mendapat arti baru yang dapat diartikan kehilangan jati diri yang entah kemana hilangnya ia pun tak tahu.
c.    Analisis Ketidaklangsungan Ekspresi dalam Puisi Barangkali karya Amir Hamzah
Barangkali
Karya: Amir Hamzah
engkau yang lena dalam hatiku
akasa swarga nipis-nipis
yang besar terangkum dunia
kecil terlindung alis

kujunjung di atas hulu
kupuji di pucuk lidah

kupangku di lengan lagu
kudaduhkan di selendang dendang

bangkit gunung
buka mata-mutiara-mu
sentuh kecapi firdusi
dengan jarimu menirus halus

biar siuman dewi-nyanyi
bambuh asmara lurus lampai
lemah ramping melidah api
halus harum mengasap keramat

mari menari dara asmara
biar terdengar swara swarna
barangkali mati di pantai hati
gelombang kenang membanting diri

Puisi Barangkali karya Amir Hamzah penggunaan diksinya sangat bagus dan indah. Penyair dengan pandainya menggunakan diksi yang menimbulkan makna semakin kuat.
1) Penggantian Arti
Penggantian arti ini terdapat pada beberapa baris berikut.
kupangku di lengan lagu
Pengarang menginginkan pembaca bisa merasa apa yang ingin disampaikan pengarang seperti pada kutipan di atas dengan penggantian arti. Penggantian arti yang dimasud adalah kupangku artinya dibawa atau diangkat sesuatu untuk dibawa dalam sebuah lagu yang akan dinyanyikan.
2) Penyimpangan Arti
Penyimpangan arti ini terdapat pada beberapa kutipan berikut yaitu sebagai berikut.
kujunjung di atas hulu
kupuji di pucuk lidah

Pengarang menginginkan pembaca bisa menampilkan penyimpangan arti dengan apa yang ingin disampaikan pengarang seperti pada kutipan di atas. Maksud arti yang menyimpang itu adalah sebanarnya berbicara dengan menggunakan mulut. Penyimpangan arti ini dimaksudkan agar lebih puitis.
3) Penciptaan Arti
Penciptaan arti ini terdapat pada beberapa kutipan berikut yaitu sebagai berikut.
akasa swarga nipis-nipis
yang besar terangkum dunia

Kutipan diatas mungkin sulit diartikan karena terdapat kata-kata yang jarang dipakai. Sebenarnya kata-kata seperti akasa dan swarga adalah kata yang biasa namun ditulis dengan tulisan yang berbeda. Penciptaan arti pada kutipan di atas adalah Kata akasa dan swarga memiliki arti angkasa dan surga.
d.   Analisis Ketidaklangsungan Ekspresi dalam Puisi Prajurit Jaga Malam karya Chairil Anwar
Prajurit Jaga Malam
Karya Chairil Anwar
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu?
Pemuda-pemuda yang lincah yang tua-tua keras, bermata tajam
Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya kepastian ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini
Aku suka pada mereka yang berani hidup
Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam
Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu?

1)   Penggantian Arti
Penggantian arti ini terdapat pada beberapa kutipan.
Aku suka pada mereka yang berani hidup
Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam

Pengarang menginginkan pembaca bisa menemukan pergantian arti apa yang ingin disampaikan pengarang seperti pada kutipan di atas. Masuk menemu malam memilii penggantian arti yang arti sebenarnya adalah penjaga malam. Hal ini menyebabkan puitis sebab dari pergatian arti.
2)   Penyimpangan Arti
Penyimpangan arti ini terdapat pada kutipan berikut.
Pemuda-pemuda yang lincah yang tua-tua keras, bermata tajam
Pengarang menginginkan pembaca bisa menemukan penyimpangan arti seperti apa yang ingin disampaikan pengarang seperti pada kutipan di atas. Penyimpangan arti ini dapat dilihat seperti tua-tua keras yang artinya orang tua yang sudah renta tak bisa berbuat banyak berbeda dengan yang muda dapat melakukan apa saja seperti pada kutipan pemuda-pemuda yang lincah.
e.    Analisis Ketidaklangsungan Ekspresi dalam Puisi Berdiri Aku karya Amir Hamzah
Berdiri Aku
Berdiri aku di senja senyap
Camar melayang menepis buih
Melayah bakau mengurai puncak
Berjulang datang ubur terkembang

Angin pulang menyejuk bumi
Menepuk teluk mengepas emas
Lari ke gunung memuncak sunyi
Berayun-ayun di atas alas

Benang raja mencelup ujung
Naik marah menyerang corak
Elang leka sayap tergulung
Dimabuk warna berarak-arak

Dalam rupa maha sempurna
Rindu senda mengharu kalbu
Ingin datang merasa sentosa
Mengecap hidup bertentu tuju.
(Buah Rindu: 51)

1)   Penggantian Arti
Sajak Berdiri aku ini menimbulkan penggantian arti, kata-kata yang dipakai menggambarkan sesuatu yang ingin disampaikan. Seolah-olah kita milihat suasana pantai yang indah.
Camar melayang manepis buih
Melayah bakau mengurai puncak
Berjulang datang ubur terkembang
.....................................................Benang raja mencelup ujung
............................................Elang leka sayap tergulung

Dari kutipan tersebut kita disuruh melihat keindahan pantai pada sore hari yang digambarkan perngarang lewat kata-katanya. Dengan bermain pergantian arti kita, kita akan mampu mengganti arti yang tepat dan membayangkan keindahan pantai pada waktu sore yang sunyi sehingga kesedihan akan semakin terasa mencekam.
2)   Penyimpangan Arti
Puisi ini menampilkan penyimpangan arti dengan memasukkan kata-kata yang bersebrangan yang terlihat pada bait kedua.
Angin pulang menyejuk bumi
Menepuk teluk mengempas emas
Lari ke gunung memuncak sunyi
Berayun-ayun di atas alas

Penyimpangan arti dalam baris pertama kita akan merasakan kesejukan dengan kata-kata tersebuit teatapi sayang angin itulah yang menghempaskan harapan dan membawa lari sehingga yang terasa hanyalah sunyi yang semakin dalam. Baris selanjutnya semakin menyimpang dari arti dan kodratnya seperti kata menepuk dan berayun-ayun.

2.3 Analisis Latar Belakang Sosial-Budaya
Menurut Teeuw (1983) untuk dapat memberikan makna sepenuhnya kepada sebuah sajak, analisis tidak dapat dilepaskan dari latar belakang kemasyarakatan dan budanyanya. Karya sastra itu mencerminkan masyarakatnya dan secara tidak terhindarkan dipersiapkan oleh keadaan masyarakat dan kekuatan-kekuatan pada zamannya (Abrams, 1981). Hal ini mengingat bahwa sastrawan itu adalah anggota masyarakat, maka ia tidak dapat lepas darinya. Latar sosial budaya itu terwujud dalam karakter tokoh-tokoh yang dikemukakan, sistem kemasyarakatan, adat-istiadat, pandangan masyarakat, kesenian, dan benda-benda kebudayaan yang terungkap dalam karya sastra.


a.    Analisis Latar Belakang Sosial-Budaya dalam Puisi Penerimaan karya Chairil Anwar
Penerimaan

Kalau kau mau kuterima kau kembali
Dengan sepenuh hati

Aku masih tetap sendiri

Kutahu kau bukan yang dulu lagi
Bak kembang sari sudah terbagi

Jangan tunduk! Tentang aku dengan berani

Kalau kau mau kuterima kembali
Untukku sendiri tapi

Sedang dengan cermin aku enggan berbagi.

Karya: Chairil Anwar (Maret 1943)

Latar belakang sosial budaya akan dapat memahami puisi apabila telah tahu atau pernah merasakannya. Latar belankang sosial budaya yang terdapat dalam puisi Penerimaan karya Chairil Anwar dapat dilihat pada kutipan berikut.
Kalau kau mau kuterima kau kembali
Dengan sepenuh hati
...
Jangan tunduk! Tentang aku dengan berani
Kalau kau mau kuterima kembali
Untukku sendiri tapi

Sedang dengan cermin aku enggan berbagi.

Kutipan puisi di atas membuktikan latar belakang sosial budaya yang terkandung yaitu aku dalam puisi di atas mau menerima kau kembali dengan sepenuh hati karena telah mengetahui wataknya sebelum hal tersebut. Budaya saling memaafkan harus terus dilestarikan agar tidak ada perkelahiahan antar umat manusia dan berdampak pada sosial juga yang akan membaik akibat dari budaya memaafkan tersebut.
Dalam pandangan sosial-budaya masyarakat Indonesia, budaya memaafkan terlihat seperti tergambar dalam bait pertama. Hal itu sudah merupakan adat  kebiasaan umat manusia yang mengakui keslahannya dan lalu meminta maaf agar tidak bermusuahan. Jadi, yang kelihatannya aneh buat masyarakat atau bangsa lain sesungguhnya tidak aneh dalam masyarakat Indonesia. Dengan memahami latar belakang sosial-budaya demikian itu, orang dapat memahami kesungguhan sajak itu bahwa hal yang mungkin di anggap ringan meminta maaf dapat berdampak banyak dalam kehidupan.
b.   Analisis Latar Belakang Sosial-Budaya dalam Puisi Dari Catatan Seorang Demonstran  karya Taufik Ismail

DARI CATATAN SEORANG DEMONSTRAN

Taufik Ismail

Inilah peperangan
Tanpa jenderal, tanpa senapan
Pada hari-hari yang mendung
Bahkan tanpa harapan

Di sinilah keberanian diuji
Kebenaran dicoba dihancurkan
Pada hari-hari berkabung
Di depan menghadang ribuan lawan

1966

Latar belakang sosial budaya akan dapat memahami puisi apabila telah tahu sejarah puisi . Latar belankang sosial budaya yang terdapat dalam puisi Dari Catatan Seorang Demonstran  karya Taufik Ismail dapat dilihat pada kutipan berikut.
Inilah peperangan
Tanpa jenderal, tanpa senapan
...
Di sinilah keberanian diuji
Kebenaran dicoba dihancurkan
...
Bait pertama puisi Dari Catatan Seorang Demonstran di atas menunjukkan latar elakang sosial budaya pada masa Orde Lama yang kacau balau dengan keanarkisan. Latar belakang sosial budaya yang tampak adalah kegaduhan semua ingin menang entah siapa yang benar dan siapa yang salah dengan menggunakan kebenaran dari masing-masing pihak untuk diujikan. Inilah yang menjadi latar belakang puisi di atas dan diharapka tidak terjadi pada generasi selanjutnya di masa yang akan datang.
c.    Analisis Latar Belakang Sosial-Budaya dalam Puisi  Senja Di Pelabuhan Kecil karya Chairil Anwar
SENJA DI PELABUHAN KECIL
Buat Sri Ayati

Ini kali tidak ada yang mencari cinta
di anatara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut,
menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut
Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang
menyinggung muram, desir hari lari berenang
menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
dan kini tanah, air tidur, hilang ombak.
Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai ke empat, sedu penghabisan bisa terdekap.


 (Chairil Anwar, 1946)
Penyair membuat puisi ini dipengaruhi oleh kehidupan sosial budaya. Dalam hubungan dengan sosial, Chairil Anwar sering  membumbui isi puisi dengan bentuk kritikan lewat realita kehidupan sosial yang sedang terjadi. Unsur budaya sering juga terlihat dalam larik yang dibuat Chairil Anwar.

Ciri Khas penyair dari Medan yaitu akan memasukkan kehidupan sosial budayanya ke dalam bentuk karyanya puisi. Perhatihan kutipan puisi berikut.
Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan

Kutipan puisi di atas mempunyai arti seorang yang sunyuri jalan walau ia sedang tidak tahu mau kemana. Puisi di atas, diwarnai kebudayaan merantau yang mejadi budaya orang Batak. Penyair berasal dari Medan ini mewarnai puisi-puisinya dengan kehidupan sosial budaya masyarakat Batak sebab penyair itu sendiri lahir di sekitar itu.
d.   Analisis Latar Belakang Sosial-Budaya dalam Puisi Surat Cinta karya W.S. Rendra

Surat Cinta

Karya W.S. Rendra


Kutulis surat ini
kala hujan gerimis bagai bunyi tambur yang gaib,
Dan angin mendesah
mengeluh dan mendesah,
Wahai, dik Narti,
aku cinta kepadamu !

Kutulis surat ini
kala langit menangis
dan dua ekor belibis
bercintaan dalam kolam
bagai dua anak nakal
jenaka dan manis
mengibaskan ekor
serta menggetarkan bulu-bulunya,
Wahai, dik Narti,
kupinang kau menjadi istriku !

Kaki-kaki hujan yang runcing
menyentuhkan ujungnya di bumi,
Kaki-kaki cinta yang tegas
bagai logam berat gemerlapan
menempuh ke muka
dan tak kan kunjung diundurkan.

Selusin malaikat
telah turun
di kala hujan gerimis
Di muka kaca jendela
mereka berkaca dan mencuci rambutnya
untuk ke pesta.
Wahai, dik Narti
dengan pakaian pengantin yang anggun
bunga-bunga serta keris keramat
aku ingin membimbingmu ke altar
untuk dikawinkan
Aku melamarmu,
Kau tahu dari dulu :
tiada lebih buruk
dan tiada lebih baik
dari yang lain ……
penyair dari kehidupan sehari-hari,
orang yang bermula dari kata
kata yang bermula dari
kehidupan, pikir dan rasa.

Semangat kehidupan yang kuat
bagai berjuta-juta jarum alit
menusuki kulit langit :
kantong rejeki dan restu wingit
Lalu tumpahlah gerimis
Angin dan cinta
mendesah dalam gerimis.
Semangat cintaku yang kuta
batgai seribu tangan gaib
menyebarkan seribu jaring
menyergap hatimu
yang selalu tersenyum padaku.

Engkau adalah putri duyung
tawananku
Putri duyung dengan
suara merdu lembut
bagai angin laut,
mendesahlah bagiku !
Angin mendesah
selalu mendesah
dengan ratapnya yang merdu.
Engkau adalah putri duyung
tergolek lemas
mengejap-ngejapkan matanya yang indah
dalam jaringku
Wahai, putri duyung,
aku menjaringmu
aku melamarmu

Kutulis surat ini
kala hujan gerimis
kerna langit
gadis manja dan manis
menangis minta mainan.
Dua anak lelaki nakal
bersenda gurau dalam selokan
dan langit iri melihatnya
Wahai, Dik Narti
kuingin dikau
menjadi ibu anak-anakku !
Penyair membuat puisi ini dipengaruhi oleh kehidupan sosial budaya. Dalam hubungan dengan sosial, Willibrordus Surendra Renda sering  membumbui isi puisi dengan bentuk kritikan lewat realita kehidupan sosial yang sedang terjadi. Unsur budaya sering juga terlihat dalam larik yang dibuat W.S. Rendra.
Perhatikan kutipan berikut.
Wahai, Dik Narti
Dengan bunga-bunga dan keris keramat
Kuingin membimbing kau ke altar
Untuk dikawinkan


Dik dalam kutipan puisi di atas tidak lepas dari kehidupan sosial budaya Jawa. Orang Jawa memakai panggilan dik untuk orang yang di bawah usianya. Keris keramat juga merupakan gambaran budaya Jawa karena keris merupakan senjata keramat asal Jawa.
e.    Analisis Latar Belakang Sosial-Budaya dalam Puisi Jatuh Cinta Padamu karya Kahlil Gibran
JATUH CINTA PADAMU

Karya Kahlil Gibran

Mempesonanya kamu
Menyungging senyummu
Menghiasi raut wajahmu
Mendiamkan detak jantungku
Mataku jadi pencuri senyummu
Yang menghantam jantungku
Bingung tak menentu
Dengan kehadiranmu
Mungkinkah menerimaku
Kutakut kehilanganmu
Bila kau tahu perasaanku
Yang jatuh
cinta padamu

Latar belakang sosail budaya dari pengarang Kahlil Gibran bukan dari Indonesia melainkan berasal dari Lebanon dan kemudian besar di Amerika. Kahlil Gibran menggunakan bahasa yang langsung pada sumber masalah dan tidak bertele-tele sesuai dengan latar belakang sosial budayanya.
Perhatikan kutipan berikut.
Mempesonanya kamu
Menyungging senyummu
...
Bila kau tahu perasaanku
Yang jatuh
cinta padamu

Kutipan di atas membuktikan pengaruh dari latar belakang sosial budaya pengarang. Pengarang yang berasal dari luar Indonesia sangat berbeda kulturnya dengan menyampaikan sesuatu tanpa harus bertele-tele seperti kebanyakkan orang Indonesia. Pengarang tidak sungkan mengatakan perasaannya tanpa takut atau malu. Jadi pengaruh latar belakang sosial budaya pengarang mempengaruhi karyanya juga.





BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Struktural adalah berhubungan dengan cara sesuatu disusun atau dibangun, susunan, bangunan atau  pengaturan pola dalam bahasa secara sintagmatis sedangkan semiotik adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan sistem tanda dan lambang dalam kehidupan manusia.
Ketidaklangsungan pernyataan dalam puisi menurut Riffaterre dalam Pradopo (1995: 210) disebabkan oleh penggantian arti (displacing), penyimpangan arti (distorsing) dan penciptaan arti (creating of meaning).
Menurut Teeuw (1983) untuk dapat memberikan makna sepenuhnya kepada sebuah sajak, analisis tidak dapat dilepaskan dari latar belakang kemasyarakatan dan budanyanya. Karya sastra itu mencerminkan masyarakatnya dan secara tidak terhindarkan dipersiapkan oleh keadaan masyarakat dan kekuatan-kekuatan pada zamannya (Abrams, 1981). Hal ini mengingat bahwa sastrawan itu adalah anggota masyarakat, maka ia tidak dapat lepas darinya. Latar sosial budaya itu terwujud dalam karakter tokoh-tokoh yang dikemukakan, sistem kemasyarakatan, adat-istiadat, pandangan masyarakat, kesenian, dan benda-benda kebudayaan yang terungkap dalam karya sastra.
4.2 Saran
            Semoga apa yang pemakalah samapaikan ini, dapat bermanfaat bagi kita semua. Kemudian dapat dijadikan contoh maupun referensi untuk pemakalah selanjutnya.


Daftar Pustaka
Pradopo, Rachmat Djoko. 2014. Pengkajian Puisi. Gadjah Mada University. Yogyakarta


Tidak ada komentar:

Posting Komentar